URAWA SUMBER INSPIRASI
(sekilas kesan dan pesan
selama CP Kenshuu 2016 Group 2 di
Urawa)
oleh : Endang Sutisna
Kita
tahu bahwa siswa aktif bukan berarti tugas guru menjadi ringan, justru seorang
guru harus berpikir kreatif membuat siswa aktif. Untuk itu, bagaimana guru itu
harus bertindak inovatif? Apa yang harus disiapkan agar siswa menjadi aktif?
Berikut adalah pengalaman yang kami peroleh ketika mengikuti CP Kenshuu Group 2 di 国際交流基金・日本語国際センター Jepang, tanggal 8
sampai dengan 22 November 2016.
Sejak
mengikuti materi CP Kenshuu baik mengenai
mata pelajaran Bahasa Jepang, maupun proses kegiatan penyusunan project 「プロジェックトワーク」kami dilatih untuk
membuat rencana persiapan dan pelaksanaan pembelajaran dengan tepat sehingga
dapat menyajikan bahan ajar yang mampu memposisikan diri dari cara pandang
siswa sebagai subjek pembelajaran yang berpikir kreatif dan inovatif sesuai
kebutuhan saat ini. Ada tiga hal yang
dapat kami simpulkan dari pengalaman mengikuti CP Kenshu tersebut di atas.
1. Media Pembelajaran
Menentukan
media pembelajaran yang tepat sesuai materi yang akan disajikan menjadi hal
yang sangat penting. Mengapa? Media gambar/ foto misalnya menjadi salah satu
fokus pelatihan utama kami di Jepang karena media ini dapat memfasilitasi siswa
dalam mengungkapkan belasan bahkan puluhan gagasan/ ide kreatifnya, baik secara
lisan maupun tertulis. Media ini sungguh dapat membantu siswa ketika
menyampaikan pendapat.
2. Teknik Bertanya
Guru adalah
fasilitator yang handal. Maka teknik bertanya yang dilakukan guru mampu
mengarahkan siswa sebagai subjek pembelajaran sehingga dapat menggali berbagai
macam pengetahuan yang dimiliki siswa. Sedikitnya dua teknik bertanya bisa
dilakukan guru agar mereka tertantang untuk mengembangkan cara berpikirnya.
Pertama,
pertanyaan yang bersifat memotivasi, misalnya dengan memberikan pertanyaan yang
secara umum diketahui banyak orang (populer). Akan lebih baik lagi pertanyaan
seperti ini bisa dikemas dengan menampilkan
gambar/ foto sebagai media pendukungnya.
Kedua,
guru perlu juga mengajukan pertanyaan yang menantang siswa untuk berpikir.
Walaupun dengan media gambar/ foto yang sama seperti di atas, hendaknya
pertanyaan yang disampaikan adalah pertanyaan yang mampu menggali ide kreatif
(konstruksi pemikiran siswa) mengenai hal-hal yang bermanfaat bagi diri dan
keluarga bahkan lingkungannya.
Contoh
beberapa pertanyaan sebelum kita memberikan tugas berupa project ketika mengajarkan budaya Jepang. Siswa mencari tahu via
internet, foto, survei, atau interview
tentang hal yang ingin ia ketahui,
misalnya tema “Etika Berlalulintas Masyarakat Jepang”. Tema seperti ini guru
dapat mengajak siswa agar ia berusaha mencari informasi lewat foto-foto/ gambar
yang berhubungan dengan etika orang Jepang berlalulintas, kemudian memikirkannya
bersama teman-teman di dalam diskusi kelompok. Sebelumnya guru mengajukan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
①Bagaimana
masyarakat Jepang mematuhi etika berlalulintas?
②Bagaimana
masyarakat Indonesia dalam hal mematuhi etika berlalulintas?
③Upaya
apa yang bisa dilakukan agar keluarga dan orang-orang di lingkungan
sekolah Anda mematuhi etika berlalulintas?
3. Implementasi Sumber Inspirasi Pembelajaran
Guru
sebagai sutradara harus ikut berperan seolah ia memposisikan diri menjadi siswa
dalam memandang persoalan untuk memperoleh input
dan output pembelajaran. Oleh
karenanya, siswa itu tidak cukup hanya ingin tahu tempat apa itu? Tidak hanya
ingin tahu yang ia lihat/ amati saja dan
tidak hanya ingin mengunjunginya saja, dan pada akhirnya tercapailah pula
keinginannya sehingga ia sangat senang menikmati tempat yang dikunjunginya.
Proses skenario berpikir seperti ini “bukan pembelajaran”. Lantas, seperti
apakah pembelajaran itu?
Proses
berpikir para siswa seyogyanya diskenario agar mampu memandang persoalan itu
tidak hanya dari satu arah, tapi pancinglah untuk berpikir dua arah sebagai
pembanding. Ketika siswa ingin mengetahui tentang budaya Jepang, maka
tantanglah ia untuk mencari informasi tentang budaya di Indoneia, lalu ia
mengamati persamaan dan perbedaannya, serta berilah kesempatan untuk memikirkan
solusi terbaik agar bermanfaat bagi diri dan keluarganya bahkan lingkungannya
sehingga menjadi kebiasaan dalam upaya pembentukan “karakter” yang diharapkan.
Proses seperti inilah yang dimaksud “pembelajaran” itu.
Demikian
pengalaman kami sebagai peserta CP
Kenshuu Group 2 tahun 2016. Kita berharap mudah-mudahan kesan dan pesan di
atas mampu membangkitkan motivasi dan menjadi inspirasi bagi kita agar kualitas pembelajaran bahasa Jepang semakin meningkat. Semoga....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar