20 Agustus, 2019



URAWA SUMBER INSPIRASI
(sekilas kesan dan pesan selama CP Kenshuu 2016 Group 2 di Urawa)
oleh : Endang Sutisna

Kita tahu bahwa siswa aktif bukan berarti tugas guru menjadi ringan, justru seorang guru harus berpikir kreatif membuat siswa aktif. Untuk itu, bagaimana guru itu harus bertindak inovatif? Apa yang harus disiapkan agar siswa menjadi aktif? Berikut adalah pengalaman yang kami peroleh ketika mengikuti CP Kenshuu Group 2 di 国際交流基金・日本語国際センター Jepang,  tanggal 8 sampai dengan 22 November 2016.

Sejak mengikuti materi CP Kenshuu baik mengenai mata pelajaran Bahasa Jepang, maupun proses kegiatan penyusunan project プロジェックトワーク」kami dilatih untuk membuat rencana persiapan dan pelaksanaan pembelajaran dengan tepat sehingga dapat menyajikan bahan ajar yang mampu memposisikan diri dari cara pandang siswa sebagai subjek pembelajaran yang berpikir kreatif dan inovatif sesuai kebutuhan saat ini. Ada tiga hal yang dapat kami simpulkan dari pengalaman mengikuti CP Kenshu tersebut di atas.

1. Media Pembelajaran
Menentukan media pembelajaran yang tepat sesuai materi yang akan disajikan menjadi hal yang sangat penting. Mengapa? Media gambar/ foto misalnya menjadi salah satu fokus pelatihan utama kami di Jepang karena media ini dapat memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan belasan bahkan puluhan gagasan/ ide kreatifnya, baik secara lisan maupun tertulis. Media ini sungguh dapat membantu siswa ketika menyampaikan pendapat.

2. Teknik Bertanya
Guru adalah fasilitator yang handal. Maka teknik bertanya yang dilakukan guru mampu mengarahkan siswa sebagai subjek pembelajaran sehingga dapat menggali berbagai macam pengetahuan yang dimiliki siswa. Sedikitnya dua teknik bertanya bisa dilakukan guru agar mereka tertantang untuk mengembangkan cara berpikirnya.

Pertama, pertanyaan yang bersifat memotivasi, misalnya dengan memberikan pertanyaan yang secara umum diketahui banyak orang (populer). Akan lebih baik lagi pertanyaan seperti ini  bisa dikemas dengan menampilkan gambar/ foto sebagai media pendukungnya.

Kedua, guru perlu juga mengajukan pertanyaan yang menantang siswa untuk berpikir. Walaupun dengan media gambar/ foto yang sama seperti di atas, hendaknya pertanyaan yang disampaikan adalah pertanyaan yang mampu menggali ide kreatif (konstruksi pemikiran siswa) mengenai hal-hal yang bermanfaat bagi diri dan keluarga bahkan lingkungannya.

Contoh beberapa pertanyaan sebelum kita memberikan tugas berupa project ketika mengajarkan budaya Jepang. Siswa mencari tahu via internet, foto, survei, atau interview  tentang hal yang ingin ia ketahui, misalnya tema “Etika Berlalulintas Masyarakat Jepang”. Tema seperti ini guru dapat mengajak siswa agar ia berusaha mencari informasi lewat foto-foto/ gambar yang berhubungan dengan etika orang Jepang berlalulintas, kemudian memikirkannya bersama teman-teman di dalam diskusi kelompok. Sebelumnya guru mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
①Bagaimana masyarakat Jepang mematuhi etika berlalulintas?
②Bagaimana masyarakat Indonesia dalam hal mematuhi etika berlalulintas?
③Upaya apa yang bisa dilakukan agar keluarga dan orang-orang di lingkungan sekolah Anda mematuhi etika berlalulintas?

3. Implementasi Sumber Inspirasi Pembelajaran
Guru sebagai sutradara harus ikut berperan seolah ia memposisikan diri menjadi siswa dalam memandang persoalan untuk memperoleh input dan output pembelajaran. Oleh karenanya, siswa itu tidak cukup hanya ingin tahu tempat apa itu? Tidak hanya ingin tahu yang ia lihat/ amati saja  dan tidak hanya ingin mengunjunginya saja, dan pada akhirnya tercapailah pula keinginannya sehingga ia sangat senang menikmati tempat yang dikunjunginya. Proses skenario berpikir seperti ini “bukan pembelajaran”. Lantas, seperti apakah pembelajaran itu?

Proses berpikir para siswa seyogyanya diskenario agar mampu memandang persoalan itu tidak hanya dari satu arah, tapi pancinglah untuk berpikir dua arah sebagai pembanding. Ketika siswa ingin mengetahui tentang budaya Jepang, maka tantanglah ia untuk mencari informasi tentang budaya di Indoneia, lalu ia mengamati persamaan dan perbedaannya, serta berilah kesempatan untuk memikirkan solusi terbaik agar bermanfaat bagi diri dan keluarganya bahkan lingkungannya sehingga menjadi kebiasaan dalam upaya pembentukan “karakter” yang diharapkan. Proses seperti inilah yang dimaksud “pembelajaran” itu.

Demikian pengalaman kami sebagai peserta CP Kenshuu Group 2 tahun 2016. Kita berharap mudah-mudahan kesan dan pesan di atas mampu membangkitkan motivasi dan menjadi inspirasi bagi kita  agar kualitas pembelajaran bahasa Jepang  semakin meningkat. Semoga....

Tidak ada komentar: